Mengolah Persepsi antara Gibran dan Mahfud MD

Debat Capres dan Cawapres menjadi bahan perbincangan publik sekaligus momen yang ditunggu oleh masyarakat. Penyelenggaraan debat perdana capres telah dilangsungkan 12 Desember 2023. Performance ketiga capres cukup baik dengan khasnya masing-masing. Anies menunjukkan sebagai orator yang pandai dalam mengemas narasinya. Prabowo mampu menunjukkan sikap defensif-nya ketika menjawab pertanyaan dari lawan debatnya. Serta, Ganjar tampil dengan santai dan semua pertanyaan mampu dijawab dengan baik, walaupun terkesan normatif.


Namun siapa sangka animo masyarakat pada debat cawapres jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan debat capres kemarin. Cawapres yang menjadi pusat perhatian adalah Gibran vs Mahfud. Dua cawapres tersebut menjadi sorotan masyarakat sekaligus selalu dibandingkan dari berbagai aspek.


Gibran dianggap tokoh yang merepresentasikan anak muda, kalem dan hemat bicara. Diundang di berbagai forum diskusi Gibran lebih sering tidak menghadiri jika dibandingkan dengan calon yang lain dengan alasan forum diskusi tersebut tidak resmi dari KPU. Wartawan pernah mewawancarai dirinya terkait sejauh mana persiapan menjelang debat cawapres. "Moga-moga sudah semua (menguasai materi)" kata Gibran. Artinya, persepsi yang ditunjukkan Gibran seolah-olah kurang memahami materi, tidak siap debat, bahkan ada orang yang menganggap bahwa Gibran 'kosong'. 


Sedangkan Mahfud adalah tokoh yang merepresentasikan kawula tua, senior dan berpengalaman diberbagai sektor pemerintahan. Terkesan bahwa Mahfud sangat siap dalam debat besok. Dalam wawancaranya Mahfud menyampaikan tidak ada persiapan khusus menjelang debat. "Saya 30 tahun jadi dosen, sudah biasa debat...". 


Persepsi yang dimunculkan kedua cawapres tersebut sangat bertolak belakang, seolah-olah Gibran dengan ketidaksiapannya dan Mahfud dengan mantapnya menghadapi debat besok. Apakah benar-benar kedua cawapres dengan sengaja mengemas persepsi masyarakat seperti yang ditampilkan sekarang atau memang kondisi nyatanya seperti itu? 


Sangat sulit untuk kita terima dengan mentah-mentah drama politik yang terjadi di negeri wakanda ini. Karena marketing politik adalah seni bagaimana mengolah persepsi. Siapa yang dipersepsikan baik, dia yang akan memenangkan kontestasi pilpres walaupun sebenarnya tokoh itu ya tidak baik-baik juga atau bahkan bisa jadi sebaliknya.

 

Jika kita melihat mundur ke belakang debat cawapres 2019-2024 antara Sandiaga Uno vs KH. Maruf Amin polanya hampir sama dengan debat cawapres kali ini yaitu mewakili kelompok muda dan tua. Kala itu KH. Maruf Amin yang mendampingi Jokowi sebagai capres memberikan 'Efek Kejut' bagi semua orang. Lagi-lagi presepsi yang ditangkap masyarakat adalah KH. Maruf Amin dinilai lemah dalam menguasai masalah kekinian seperti teknologi, nyatanya beliau mampu menyajikan isu-isu sebagai solusi dari masalah. 


Dari pengalaman tersebut bahwa memberikan 'Efek Kejut' yang positif adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh masing-masing calon sehingga mampu menambah daya tarik voters


Pertanyaannya, apakah benar bahwa Gibran tidak siap debat? Kita lihat saja besok...





3 komentar:

  1. Semakin percaya adanya dinasti politik.

    BalasHapus
  2. efek asam sulfat gibran ngirit bicara 😄

    BalasHapus
  3. Pembahasan Ham ham ham selalu di depan 😄

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.